By. Tabrani. ZA
Eksistensi pengawas sekolah dinaungi oleh sejumlah
dasar hukum. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 dan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 adalahlandasan hukum yang terbaru yang
menegaskan keberadaan pejabat fungsional itu. Selain itu,Keputusan Menteri
Pendayagunaan aparatur Negara Nomor 118 Tahun 1996 (disempurnakandengan
keputusan nomor 091/2001) dan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor 020/U/1998 (disempurnakan dengan keputusan nomor 097/U/2001)
merupakan menetapkan pengawas sebagai pejabat fungsional yang permanen
sampai saat ini. Jika ditilik sejumlah peraturan dan perundang-undangan
yang ada, yang terkait dengan pendidikan, ternyata secara hukum pengawas
sekolah tidak diragukan lagi keberadaannya. Dengan demikian, tidak ada alasan
apapun dan oleh siapapun yang memarjinalkan dan mengecilkan eksistensi pengawas
sekolah.
Menurut undang-undang dan peraturan yang berlaku,
keberadaan pengawas sekolah jelas dan tegas. Dengan demikian bukan berarti
pengawas sekolah terbebas dari berbagai masalah. Ternyata institusi pengawas
sekolah semakin bermasalah setelah terjadinya desentralisasi penangan
pendidikan. Institusi ini sering dijadikan sebagai tempat pembuangan, tempat
parkir,dan tempat menimbun sejumlah aparatur yang tidak terpakai lagi
(kasarnya: pejabat rongsokan).Selain itu, pengawas sekolah belum difungsikan
secara optimal oleh manajemen pendidikan dikabupaten dan kota. Hal yang paling
mengenaskan adalah tidak tercantumnya anggaran untuk pengawas
sekolah dalam anggaran belanja daerah (kabupaten/kota). Sekurang-kurangnya fenomena
itu masih terlihat sampai sekarang.
Penodaan terhadap institusi pengawas sekolah dan
belum difungsikannya para pengawas sekolah secara optimal bak lingkaran yang
tidak berujung berpangkal. Lingkaran itu susah dicari awalnya dan sulit
ditemukan akhirnya. Tidak ada ujung dan tidak ada pangkal. Akan tetapi, jika
dimasuki lebih dalam, inti permasalahannya dapat ditemukan. Institusi pengawas
sekolah adalah institusi yang sah. Keabsahannya itu diatur oleh ketentuan yang
berlaku. Seyogyanya, aturan-aturan itu tidak boleh dilanggar oleh manajemen
atau birokrasi yang mengurus pengawas sekolah. Aturan itu ternyata sangat
lengkap. Mulai dari aturan merekrut calon pengawas, sampai kepada
memberdayakan dan menfugsikan pengawas sekolah untuk operasional pendidikan,
ternyata sudah ada aturannya. Pelecehan atau pelanggaran terhadap aturan-aturan
yang ada itulah yang merupakan titik pangkal permasalahan pengawas sekolah
sebagai institusi di dalam sistem pendidikan.
Ketika perencanaan pendidikan dikerjakan
dan struktur organisasi persekolahannya pun disusun guna memfasilitasi
perwujudan tujuan pendidikan, serta para anggota organisasi, pegawai atau
karyawan dipimpin dan dimotivasi untuk mensukseskan pencapaian tujuan, tidak
dijamin selamanya bahwa semua kegiatan akan berlangsung sebagaimana yang
direncanakan.
Pengawasan sekolah itu penting karena merupakan mata rantai
terakhir dan kunci dari proses manajemen. Kunci penting dari proses manajemen
sekolah yaitu nilai fungsi pengawasan sekolah terletak terutama pada hubungannya
terhadap perencanaan dan kegiatan-kegiatan yang didelegasikan (Robbins 1997).
Holmes (t. th.) menyatakan bahwa ‘School Inspection is an extremely useful
guide for all teachers facing an Ofsted inspection. It answers many important
questions about preparation for inspection, the logistics of inspection itself
and what is expected of schools and teachers after the event’.
Pengawasan dapat diartikan sebagai proses
kegiatan monitoring untuk meyakinkan bahwa semua kegiatan organisasi terlaksana
seperti yang direncanakan dan sekaligus juga merupakan kegiatan untuk
mengoreksi dan memperbaiki bila ditemukan adanya penyimpangan yang akan
mengganggu pencapaian tujuan (Robbins 1997). Pengawasan juga merupakan fungsi
manajemen yang diperlukan untuk mengevaluasi kinerja organisasi atau unit-unit
dalam suatu organisasi guna menetapkan kemajuan sesuai dengan arah yang
dikehendaki (Wagner dan Hollenbeck dalam Mantja 2001).
Oleh karena itu mudah dipahami bahwa
pengawasan pendidikan adalah fungsi manajemen pendidikan yang harus
diaktualisasikan, seperti halnya fungsi manajemen lainnya (Mantja 2001).
Berdasarkan konsep tersebut, maka proses perencanaan yang mendahului kegiatan
pengawasan harus dikerjakan terlebih dahulu. Perencanaan yang dimaksudkan
mencakup perencanaan: pengorganisasian, wadah, struktur, fungsi dan mekanisme,
sehingga perencanaan dan pengawasan memiliki standar dan tujuan yang jelas.
Dalam proses pendidikan, pengawasan atau
supervisi merupakan bagian tidak terpisahkan dalam upaya peningkatan prestasi
belajar dan mutu sekolah. Sahertian (2000:19) menegaskan bahwa pengawasan atau
supervisi pendidikan tidak lain dari usaha memberikan layanan kepada stakeholder
pendidikan, terutama kepada guru-guru, baik secara individu maupun secara
kelompok dalam usaha memperbaiki kualitas proses dan hasil pembelajaran.
Burhanuddin (1990:284) memperjelas hakikat pengawasan pendidikan pada hakikat
substansinya. Substansi hakikat pengawasan yang dimaksud menunjuk pada segenap
upaya bantuan supervisor kepada stakeholder pendidikan terutama guru yang
ditujukan pada perbaikan-perbaikan dan pembinaan aspek pembelajaran. Bantuan
yang diberikan kepada guru harus berdasarkan penelitian atau pengamatan yang
cermat dan penilaian yang objektif serta mendalam dengan acuan perencanan
program pembelajaran yang telah dibuat. Proses bantuan yang diorientasikan pada
upaya peningkatan kualitas proses dan hasil belajar itu penting, sehingga
bantuan yang diberikan benar-benar tepat sasaran. Jadi bantuan yang diberikan
itu harus mampu memperbaiki dan mengembangkan situasi belajar mengajar.
Pengawas satuan pendidikan/sekolah adalah
pejabat fungsional yang berkedudukan sebagai pelaksana teknis untuk melakukan
pengawasan pendidikan terhadap sejumlah sekolah tertentu yang
ditunjuk/ditetapkan dalam upaya meningkatkan kualitas proses dan hasil
belajar/bimbingan untuk mencapai tujuan pendidikan (Pandong, A. 2003). Dalam
satu kabupaten/kota, pengawas sekolah dikoordinasikan dan dipimpin oleh seorang
koordinator pengawas (Korwas) sekolah/ satuan pendidikan (Muid, 2003).
Aktivitas pengawas sekolah selanjutnya
adalah menilai dan membina penyelenggaraan pendidikan pada sejumlah satuan
pendidikan/sekolah tertentu baik negeri maupun swasta yang menjadi tanggung
jawabnya. Penilaian itu dilakukan untuk penentuan derajat kualitas berdasarkan
kriteria (tolak ukur) yang ditetapkan terhadap penyelenggaraan pendidikan di
sekolah. Sedangkan kegiatan pembinaan dilakukan dalam bentuk memberikan arahan,
saran dan bimbingan (Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 020/U/1998 tanggal 6 Februari 1998).
Dengan menyadari pentingnya upaya
peningkatan mutu dan efektivitas sekolah dapat (dan memang tepat) dilakukan
melalui pengawasan. Atas dasar itu maka kegiatan pengawasan harus difokuskan
pada perilaku dan perkembangan siswa sebagai bagian penting dari:
kurikulum/mata pelajaran, organisasi sekolah, kualitas belajar mengajar,
penilaian/evaluasi, sistem pencatatan, kebutuhan khusus, administrasi dan
manajemen, bimbingan dan konseling, peran dan tanggung jawab orang tua dan
masyarakat (Law dan Glover 2000). Lebih lanjut Ofsted (2005) menyatakan bahwa
fokus pengawasan sekolah meliputi: (1) standar dan prestasi yang diraih siswa,
(2) kualitas layanan siswa di sekolah (efektivitas belajar mengajar, kualitas
program kegiatan sekolah dalam memenuhi kebutuhan dan minat siswa, kualitas
bimbingan siswa), serta (3) kepemimpinan dan manajemen sekolah.
Dari uraian di atas dapat dimaknai bahwa
kepengawasan merupakan kegiatan atau tindakan pengawasan dari seseorang
yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang melakukan pembinaan dan
penilaian terhadap orang dan atau lembaga yang dibinanya. Seseorang yang diberi
tugas tersebut disebut pengawas atau supervisor. Dalam bidang kependidikan
dinamakan pengawas sekolah atau pengawas satuan pendidikan. Pengawasan perlu
dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan secara berkesinambungan
pada sekolah yang diawasinya.
Indikator peningkatan mutu pendidikan di
sekolah dilihat pada setiap komponen pendidikan antara lain: mutu lulusan,
kualitas guru, kepala sekolah, staf sekolah (Tenaga Administrasi, Laboran dan
Teknisi, Tenaga Perpustakaan), proses pembelajaran, sarana dan prasarana,
pengelolaan sekolah, implementasi kurikulum, sistem penilaian dan
komponen-lainnya. Ini berarti melalui pengawasan harus terlihat dampaknya
terhadap kinerja sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikannya. Itulah sebabnya
kehadiran pengawas sekolah harus menjadi bagian integral dalam peningkatan mutu
pendidikan, agar bersama guru, kepala sekolah dan staf sekolah lainnya
berkolaborasi membina dan mengembangkan mutu pendidikan di sekolah yang bersangkutan
seoptimal mungkin sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Kiprah supervisor menjadi bagian integral
dalam peningkatan mutu pendidikan di sekolah yang dimaksud dapat dijelaskan
dalam visualisasi Gambar 1 tentang Hakikat Pengawasan. Dari visualisasi Gambar
1. tersebut tampak bahwa hakikat pengawasan memiliki empat dimensi: (1) Support,
(2) Trust, (3) Challenge, dan (4) Networking and
Collaboration. Keempat dimensi hakikat pengawasan itu masing-masing
dijelaskan berikut ini.
- Dimensi
pertama dari hakikat pengawasan yaitu dimensi Support. Dimensi ini
menunjuk pada hakikat kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh supervisor
itu harus mampu mendukung (support kepada) pihak sekolah untuk
mengevaluasi diri kondisi existing-nya. Oleh karena itu, supervisor
bersama pihak sekolah dapat melakukan analisis kekuatan, kelemahan dan
potensi serta peluang sekolahnya untuk mendukung peningkatan dan
pengembangan mutu pendidikan pada sekolah di masa yang akan datang.
- Dimensi
kedua dari hakikat pengawasan yaitu dimensi Trust. Dimensi ini
menunjuk pada hakikat kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh supervisor
itu harus mampu membina kepercayaan (trust) stakeholder
pendidikan dengan penggambaran profil dinamika sekolah masa depan yang
lebih baik dan lebih menjanjikan.
- Dimensi
ketiga dari hakikat pengawasan yaitu dimensi Challenge. Dimensi ini
menunjuk pada hakikat kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh supervisor
itu harus mampu memberikan tantangan (challenge) pengembangan
sekolah kepada stakeholder pendidikan di sekolah. Tantangan ini
harus dibuat serealistik mungkin agar dapat dan mampu dicapai oleh pihak
sekolah, berdasarkan pada situasi dan kondisi sekolah pada sat ini. Dengan
demikian stakeholder tertantang untuk bekerjasama secara
kolaboratif dalam rangka pengembangan mutu sekolah.
- Dimensi
keempat dari hakikat pengawasan yaitu dimensi Networking and
Collaboration. Dimensi ini menunjuk pada hakikat kegiatan pengawasan
yang dilakukan oleh supervisor itu harus mampu mengembangkan jejaring dan
berkolaborasi antar stakeholder pendidikan dalam rangka meningkatkan
produktivitas, efektivitas dan efisiensi pendidikan di sekolah.
Fokus dari keempat dimensi hakikat
pengawasan itu dirumuskan dalam tiga aktivitas utama pengawasan yaitu:
negosiasi, kolaborasi dan networking. Negosiasi dilakukan oleh
supervisor terhadap stakeholder pendidikan dengan fokus pada substansi
apa yang dapat dan perlu dikembangkan atau ditingkatkan serta bagaimana cara
meningkatkannya. Kolaborasi merupakan inti kegiatan supervisi yang harus selalu
diadakan kegiatan bersama dengan pihak stakeholder pendidikan di sekolah
binaannya. Hal ini penting karena muara untuk terjadinya peningkatan mutu
pendidikan ada pada pihak sekolah. Networking merupakan inti hakikat
kegiatan supervisi yang prospektif untuk dikembangkan terutama pada era
globalisasi dan cybernet teknologi seperti sekarang ini. Jejaring
kerjasama dapat dilakukan baik secara horizontal maupun vertikal. Jejaring
kerjasama secara horizontal dilakukan dengan sesama sekolah sejenis untuk
saling bertukar informasi dan sharing pengalaman pengembangan mutu
sekolah, misalnya melalui MKP, MKKS, MGBS, MGMP. Jejaring kerjasama secara
vertikal dilakukan baik dengan sekolah pada aras dibawahnya sebagai pemasok
siswa barunya, maupun dengan sekolah pada jenjang pendidikan di atasnya sebagai
lembaga yang akan menerima para siswa lulusannya.
Berdasarkan ketentuan yang berlaku saat
ini pengawas sekolah atau pengawas satuan pendidikan adalah tenaga kependidikan
profesional yang diberi tugas, tanggung jawab, dan wewenang secara penuh oleh
pejabat yang berwewenang untuk melakukan pembinaan dan pengawasan pendidikan di
sekolah baik pengawasan dalam bidang akademik (teknis pendidikan) maupun bidang
manajerial (pengelolaan sekolah). Jabatan pengawas adalah jabatan fungsional
bukan jabatan struktural sehingga untuk menyandang predikat sebagai pengawas
harus sudah berstatus tenaga pendidik/guru dan atau kepala sekolah/wakil kepala
sekolah, setidak-tidaknya pernah menjadi guru.
Berdasarkan rumusan di atas maka
kepengawasan adalah aktivitas profesional pengawas dalam rangka membantu
sekolah binaannya melalui penilaian dan pembinaan yang terencana dan
berkesinambungan. Pembinaan diawali dengan mengidentifikasi dan mengenali
kelemahan sekolah binaannya, menganalisis kekuatan/potensi dan prospek
pengembangan sekolah sebagai bahan untuk menyusun program pengembangan mutu dan
kinerja sekolah binaannya. Untuk itu maka pengawas harus mendampingi
pelaksanaan dan pengembangan program-program inovasi sekolah. Ada tiga langkah
yang harus ditempuh pengawas dalam menyusun program kerja pengawas agar dapat
membantu sekolah mengembangkan program inovasi sekolah. Ketiga langkah tersebut
adalah :
- Menetapkan
standar/kriteria pengukuran performansi sekolah (berdasarkan evaluasi diri
dari sekolah).
- Membandingkan
hasil tampilan performansi itu dengan ukuran dan kriteria/benchmark yang
telah direncanakan, guna menyusun program pengembangan sekolah.
- Melakukan
tindakan pengawasan yang berupa pembinaan/pendampingan untuk memperbaiki
implementasi program pengembangan sekolah.
- Dalam
melaksanakan kepengawasan, ada sejumlah prinsip yang dapat dilaksanakan
pengawas agar kegiatan kepengawasan berjalan efektif.
Prinsip-prinsip tersebut antara lain:
- Trust, artinya kegiatan pengawasan
dilaksanakan dalam pola hubungan kepercayaan antara pihak sekolah dengan
pihak pengawas sekolah sehingga hasil pengawasannya dapat dipercaya
- Realistic, artinya kegiatan pengawasan dan
pembinaannya dilaksanakan berdasarkan data eksisting sekolah,
- Utility, artinya proses dan hasil pengawasan
harus bermuara pada manfaat bagi sekolah untuk mengembangkan mutu dan
kinerja sekolah binaannya,
- Supporting,
Networking dan Collaborating,
artinya seluruh aktivitas pengawasan pada hakikatnya merupakan dukungan
terhadap upaya sekolah menggalang jejaring kerja sama secara kolaboratif
dengan seluruh stakeholder,
- Testable, artinya hasil pengawasan harus mampu
menggambarkan kondisi kebenaran objektif dan siap diuji ulang atau
dikonfirmasi pihak manapun.
Prinsip-prinsip di atas digunakan pengawas
dalam rangka melaksanakan tugas pokoknya sebagai seorang pengawas/ supervisor
pendidikan pada sekolah yang dibinanya. Dengan demikian kehadiran pengawas di
sekolah bukan untuk mencari kesalahan sebagai dasar untuk memberi hukuman akan
tetapi harus menjadi mitra sekolah dalam membina dan mengembangkan mutu
pendidikan di sekolah sehingga secara bertahap kinerja sekolah semakin
meningkat menuju tercapainya sekolah yang efektif.
Prinsip-prinsip kepengawasan itu harus
dilaksanakan dengan tetap memperhatikan kode etik pengawas satuan pendidikan.
Kode etik yang dimaksud minimal berisi sembilan hal berikut ini.
- Dalam
melaksanakan tugasnya, pengawas satuan pendidikan senantiasa berlandaskan
Iman dan Taqwa serta mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
- Pengawas
satuan pendidikan senantiasa merasa bangga dalam mengemban tugas sebagai
pengawas.
- Pengawas
satuan pendidikan memiliki pengabdian yang tinggi dalam menekuni tugas
pokok dan fungsinya sebagai pengawas.
- Pengawas
satuan pendidikan bekerja dengan penuh rasa tanggungjawab dalam
melaksanakan tugas profesinya sebagai pengawas.
- Pengawas
satuan pendidikan menjaga citra dan nama baik profesi pengawas.
- Pengawas
satuan pendidikan menjunjung tinggi disiplin dan etos kerja dalam
melaksanakan tugas profesional pengawas.
- Pengawas
satuan pendidikan mampu menampilkan keberadaan dirinya sebagai supervisor
profesional dan tokoh yang diteladani.
- Pengawas
satuan pendidikan sigap dan terampil dalam menanggapi dan membantu
pemecahan masalah-masalah yang dihadapi stakeholder sekolah
binaannya.
- Pengawas satuan pendidikan memiliki rasa kesetiakawanan sosial yang
tinggi, baik terhadap stakeholder sekolah binaannya maupun terhadap
koleganya.{Ђ}
Pages:
1
2
3