Gerakan
feminis muslim di dunia Islam, terutama di Timur Tengah atau di dunia Arabia
selaluterkait dengan kebangkitan Islam. Hal ini ditandai dengan pertentangan
antara intelektual ekstrem kanandan ekstrem kiri yang melibatkan rezim/pemerintah
yang berafiliasi dengan imperium. Oleh karenanya, pembahasan feminis muslim ini
harus dikaji dari sisi historis, framework feminis muslim, dan
isu-isu yang diperdebatkannya.
Penetrasi
Barat ke pusat dunia Islam di Timur Tengah Pertama–tama dilakukan oleh dua
bangsa Eropa, yaitu Inggris dan Perancis, yang keduanya sedang bersaing sebagai
imperium. Inggris terlebih dahulu menguasai di India. Adapun Perancis, untuk
masuk ke India, terlebih dahulu harus menguasai Mesir (tahun 1798 M) sebagai pintu
gerbang masuk ke India. Motif lain Perancis menaklukkan Mesir,adalah politik
ekonomi terkait dengan pemasaran dan penyediaan bahan-bahan baku dan menjadikan
pusat kegiatan pendistribusian hasil industrinya ke wilayah Timur Tengah, serta
keinginan yang kuat ekspedisi Napoleon Bonaparte untuk mengikuti jejak
Alexander the great dari Macedonia yang pernah menguasai
Eropa, Asia, sampai dengan India. Persaingan antara Inggris dan Perancis di
Timur Tengah terjadi sudah lama dan terus berlangsung, dan faktor utama yang
menarik kehadiran kekuatan-kekuatan Eropa ke dunia muslim, adalah ekonomi dan
politik. Namun persoalan tersebut melibatkan agama dalam proses politik
penjajahan Barat atas dunia Islam.
Pertarungan
antara Islam dan kekuatan Eropa telah menyadarkan umat Islam bahwa umat Islam
tertinggal jauh dari Eropa. Usaha-usaha yang dilakukan oleh umat Islam adalah
gerakan pembaharuan,yang didorong oleh faktor yang saling mendukung, yaitu
pemurnian ajaran Islam dari unsur asing yang dipandang sebagai penyebab kemunduran
umat Islam, dan menimba gagasan ilmu pengetahuan dari Barat. Gerakan ini
melibatkan gerakan Wahabiyah (1703-1787 M) di Arabia, Syah Waliyullah
(1703-1762 M) di India, dan Gerakan Sanusiah di Afrika Utara yang dipimpin
Muhammad Sanusi dari al-jazair. Selanjutnya, pergerakan ini memasuki ranah
politik. Gagasan politik yang pertama kali adalah gagasan Pan-Islamisme
sebagai gagasan persatuan Islam sedunia yang disuarakan secara lantang
oleh Jamaludin al-Afghani (1839-1897 M).
Berkenaan
dengan konteks gerakan gagasan persatuan Islam sedunia ini, seperti yang
dikemukakan Bernard Lewis, memahami Islam yang terjadi dewasa ini dibutuhkan
penghargaan/penghormatan karakter universal dan posisi sentral agama dalam
kehidupan umat Islam. Oleh karena itu, gerakan-gerakan sosial dan politik yang
paling menonjol dalam lintas sejarah Islam modern telah menempatkan Islam
sebagai kekuatan dan gagasan persatuan dalam perjuangannya.
Pada tahun
1928, Hasan al-Banna adalah seorang pengikut al-Afghani dan Abduh mendirikan Ikhwanul
Muslimin (Jam’iyah al-ikhwan al-Muslimin). Tujuan didirikannya untuk
mendidik rakyat,meningkatkan kesejahteraan, dan memperkuat pranata Islam (al
Nizam al-Islam). Gerakan ini menolakpengaruh budaya, politik dan ekonomi
Barat, dan dalam waktu yang bersamaan berkolaborasi dengangerakan perjuangan
kemerdekaan untuk menggulingkan monarki-Mesir pro-Inggris. Ikhwanul Muslimin
merupakan fenomena baru sebagai gerakan yang didukung oleh massa, gerakan
terorganisir, dan berorientasi pada masyarakat urban untuk mengatasi kemunduran
Islam di dunia modern. Meskipun.
Demikian,
hal itu mendapat respon berbeda di luar negeri dianggap sebagai gerakan
fundamentalis yang ingin mendirikan kembali Negara Islam. Komunitas Ikhwanul
Muslimin saat itu hendak mendirikan devisi Muslim Sisters, dan
Hasan al-Banna meminta Zaenab al-Gazali memimpinnya dan menggabungkan
dengan Muslim Women’s Association, tetapi ditolaknya dan tetap
menjalin kerja sama dalam perjuangan untuk mendirikan Negara Islam dan bergerak
di bawah tanah selama rezim ‘Abd anNasser pada tahun 1950-1960.
Kajian
pergerakan perempuan di Mesir (Egypt) dimulai tahun 1919 ditandai dengan
munculnya aktivis feminis yang tergabung dengan the Egyptian Feminist
Union (EFU) dipimpin oleh Huda Sha’rawi.
Fokus
perjuangannya adalah hak-hak politik perempuan, perubahan hukum status
perseorangan yang mencakup pengendalian perceraian, poligami (the personal
satus law), persamaan akses pendidikan baik ditingkat lanjutan maupun
perguruan tinggi, dan berbagai pengembangan tentang kesempatan profesional bagi
perempuan. Namun demikian, aktivitas pergerakan perempuan tersebut diwarnai
ketegangan dengan gerakan nasionalisme.
Awal
perjuangan pergerakan perempuan dalam pengembangan intelektual dan
prinsip-prinsip ideologinya hampir diilhami oleh reformer modernis laki-laki
seperti Muhammad Abduh, Jamaluddin al-Afghani, dan yang paling luar biasa
adalah Qosim Amin yang pada saat tahun 1919 berkaitan dengan perlawanan Inggris
dan masa keberlangsungan dan perluasan berbagai aktivitas perempuan. Di samping
itu, beberapa kontribusi perempuan dalam publikasi jurnal sebagaimana mainstream pers
yang memunculkan debat tentang isu-isu sosial seperti pendidikan, peran
perempuan dalam keluarga, dan hak-hak perempuan.
Sementara itu, pada periode 1945-1959 muncul
organisasi perempuan, yaitu Bint el-Nile (Daughter of the
Nile) yang dipimpin oleh Doria Shafik. Pergerakan ini sebagai suatu yang baru dan menyegarkangerakan feminis,
bertujuan untuk memproklamirkan hak-hak politik secara penuh bagi
perempuan.
Kegiatan
ini juga mempromosikan berbagai programnya, berkampanye perbaikan budaya,
perbaikan kesehatan dan pelayanan sosial bagi masyarakat miskin, mempertinggi
pelayanan ibu, dan perawatan anak (chaildcare). Menurut Khater dan
Nelson bahwa hak-hak politik perempuan dipertautkan kampanye reformasi sosial.
Proses reformasi sosial ini oleh para feminis seperti Inji Aflatoun, Soraya
Adham, dan Latifa Zayyad di adopsinya ideologi sosial atau komunis dengan
memperlihatkan pada perjuangan pembebasan perempuan dan hukum (sosial
equality and justice). Namun demikian, pergerakan perempuan mulai menyusut
terjadi pada masa pemerintahan Gamal Abdul Nasser (1952-1970) ditandai dengan
pengendalian ruang gerak organisasi perempuan.
Sub
ordinasi atas wanita di Timur tengah kuno tampaknya telah dilembagakan seiring
dengan kebangitan, masyarakat perkotaan dan dengan kebangkitan negara
kuno khususnya. Bertolak belakang dengan teori-teori androsentris yang
mengemukakan bahwa status sosial inferior wanita didasarkan pada biologi dan
“alam ” dan dengan demikan, sudah ada selma dimiliki manusia, bukti arkeologi
menunjukan bahwa wanita di hormati sebelum bangkitnya masyarakat perkotaan dan
statusnya merosot seiring dengan munculnya pusat-pusat perkotaan dan negara
kota. Para sering kali mengutip catal huyuk, sebuah pemukiman zaman
Neolitik di Asia kecil yang berasal dari sekitar tahun 6000 S.M., untuk
membenarkan posisi dominan dan tertinggi wanita (sebagian orang
berargumen demikian). Di dalam pemukiman ini, bagian lebih besar dari panggung
pemakaman yang di temukan dalam rumah-rumah berisi wanita, dan berbagai lukisan
dan dekorasi di dinding banyak pemakaman dengan jelas menggambarkan sosok
wanita. Catal Huyuk Bukan satu-satunya kebudayaan awal di kawasan itu yang
memberikan bukti tentang posisi luhur dan mungkin terhormat yang dimiliki
wanita.temuan temuan arkeologis menunjukkan bahwa berbagai kebudayaan
diseluruh Timur Tengah menghormati dewi Ibu dalam Zaman Neolirtik, hingga
milenium kedua sebelum Masehi di beberapa kawasan. Juga, kajian tentang
berbagai kebudayaan kuno di kawasan itu menunjukkan bahwa supremasi
sosok dewi dan status tinggi bagi wanita adalah aturan alih-alih
kekecualian di Mesopotamia, Elam, Mesir, Kreta, misalnya, dan di kalangan bangsa
yunani, phoenicia, dan lain-lainya.
Sumber: http://mylindatugaskuliah.blogspot.co.id/2013/12/akalah-perempuan-islam-dan-kesetaraan.html
Referensi Tambahan
Haynes, J. (2015). Religion in Global Politics: Explaining
Deprivatization. Jurnal Ilmiah
Peuradeun, 3(2),
199-216.
Idris, S & Tabrani, Z. A. (2017). Realitas Konsep Pendidikan Humanisme
dalam Konteks Pendidikan Islam. Jurnal Edukasi: Jurnal Bimbingan
Konseling, 3(1), 96-113.
Lvina, E. (2015). The Role of Cross-Cultural Communication
Competence: Effective Transformational Leadership Across Cultures. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 3(1), 1-18.
Musradinur
& Tabrani. ZA. (2015). Paradigma Pendidikan Islam
Pluralis Sebagai Solusi Integrasi Bangsa (Suatu Analisis Wacana Pendidikan
Pluralisme Indonesia). Proceedings 1st Annual International Seminar on
Education 2015.
Banda Aceh: FTK Ar-Raniry Press, 77-86
Muttaqin, F. (2015). Early Feminist Consciousness and Idea
Among Muslim Women in 1920s Indonesia. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 3(1),
19-38.
Tabrani. ZA & Hayati.
(2013). Buku Ajar Ulumul Qur`an (1). Yogyakarta:
Darussalam Publishing, kerjasama dengan Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh
Tabrani. ZA & Masbur, M. (2016). Islamic Perspectives on
the Existence of Soul and Its Influence in Human Learning (A Philosophical
Analysis of the Classical and Modern Learning Theories). Jurnal Edukasi: Jurnal Bimbingan
Konseling, 1(2),
99-112.
Tabrani.
ZA. (2008). Mahabbah dan Syariat. Selangor: Al-Jenderami Press
Tabrani.
ZA. (2009). Ilmu Pendidikan Islam (Antara Tradisional dan Modern). Selangor: Al-Jenderami
Press
Tabrani. ZA. (2011).
Dynamics of Political System of Education Indonesia. International Journal
of Democracy, 17(2), 99-113
Tabrani. ZA. (2011). Nalar
Agama dan Negara dalam Perspektif Pendidikan Islam. (Suatu Telaah Sosio-Politik
Pendidikan Indonesia). Millah Jurnal Studi Agama, 10(2), 395-410
Tabrani.
ZA. (2011). Pendidikan Sepanjang Abad (Membangun Sistem Pendidikan Islam di
Indonesia Yang Bermartabat). Makalah disampaikan pada Seminar Nasional 1
Abad KH. Wahid Hasyim. Yogyakarta: MSI UII, April 2011.
Tabrani. ZA. (2012). Future
Life of Islamic Education in Indonesia. International Journal of Democracy,
18(2), 271-284
Tabrani. ZA. (2012). Hak
Azazi Manusia dan Syariat Islam di Aceh. Makalah disampaikan pada International
Conference Islam and Human Right, MSI UII April 2012, 281-300
Tabrani.
ZA. (2013). Kebijakan Pemerintah dalam
Pengelolaan Satuan Pendidikan Keagamaan Islam (Tantangan Terhadap Implementasi
Manajemen Berbasis Sekolah), Jurnal Ilmiah Serambi Tarbawi, 1(2),
65-84
Tabrani.
ZA. (2013). Modernisasi Pendidikan Islam (Suatu Telaah Epistemologi
Pendidikan), Jurnal Ilmiah Serambi Tarbawi, 1(1), 65-84
Tabrani.
ZA. (2013). Pengantar Metodologi Studi
Islam. Banda Aceh: SCAD
Independent
Tabrani.
ZA. (2013). Urgensi Pendidikan Islam dalam Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal
Sintesa, 13(1), 91-106
Tabrani.
ZA. (2014). Buku Ajar Filsafat Umum. Yogyakarta: Darussalam Publishing, kerjasama
dengan Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh
Tabrani.
ZA. (2014). Buku Ajar Penelitian Tindakan Kelas (PTK) (Bahan Ajar untuk
Mahasiswa Program Srata Satu (S-1) dan Program Profesi Keguruan (PPG)). Banda Aceh: FTK Ar-Raniry Press
Tabrani.
ZA. (2014). Dasar-Dasar Metodologi
Penelitian Kualitatif. Yogyakarta:
Darussalam Publishing
Tabrani. ZA. (2014). Islamic Studies dalam Pendekatan Multidisipliner
(Suatu Kajian Gradual Menuju Paradigma Global). Jurnal Ilmiah Peuradeun, 2(2),
127-144.
Tabrani.
ZA. (2014). Isu-Isu Kritis dalam Pendidikan
Islam. Jurnal Ilmiah Islam Futura,
13(2), 250-270
Tabrani. ZA. (2014). Menelusuri Metode Pendidikan dalam Al-Qur`an dengan Pendekatan Tafsir
Maudhu`i. Jurnal Ilmiah Serambi Tarbawi, 2(1),
19-34
Tabrani.
ZA. (2015). Arah Baru Metodologi Studi
Islam. Yogyakarta: Penerbit Ombak
Tabrani.
ZA. (2015). Keterkaitan Antara Ilmu Pengetahuan dan Filsafat (Studi
Analisis atas QS. Al-An`am Ayat 125). Jurnal Sintesa, 14(2), 1-14
Tabrani.
ZA. (2015). Persuit Epistemologi of Islamic Studies (Buku 2 Arah Baru
Metodologi Studi Islam). Yogyakarta:
Penerbit Ombak
Tabrani.
ZA. (2016). Aliran Pragmatisme dan
Rasionalisasinya dalam Pengembangan Kurikulum 2013, dalam Saifullah Idris
(ed.), Pengembangan Kurikulum: Analisis Filosofis dan Implikasinya dalam
Kurikulum 2013, Banda Aceh: FTK Ar-Raniry Press 2016
Tabrani. ZA. (2016). Perubahan Ideologi Keislaman Turki (Analisis
Geo-Kultur Islam dan Politik Pada Kerajaan Turki Usmani). Jurnal
Edukasi: Jurnal Bimbingan Konseling, 2(2), 130-146.
Tabrani.
ZA. (2016). Transpormasi Teologis Politik Demokrasi Indonesia (Telaah Singkat
Tentang Masyarakat Madani dalam Wacana Pluralisme Agama di Indonesia). Al-Ijtima`i- International
Journal of Government and Social Science, 2(1), 41-60
Walidin, W.,
Idris, S & Tabrani. ZA. (2016). Metodologi Penelitian Kualitatif dan
Grounded Theory. Banda Aceh: FTK Ar-Raniry Press
Vohra, S. (2015). The Practice of Dowry in the
Perspective of Hinduism In India. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 3(3),
363-370.