Berbicara
tentang filsafat tidak akan terlepas dari kegiatan berpikir manusia. Seseorang mempelajari filsafat diharapkan akan tumbuh
suatu tradisi berpikir yang bersifat kritis, spekulatif rasional, dan radiks mendalam.
Tradisi berpikir seperti itu akan mampu mengarahkan manusia memecahkan problem-problem
kehidupan yang bersifat esensial dan bersifat abstrak secara tepat sasaran dan
dapat mencapai inti hakekatnya. Melalui pemikiran dan perenungan filsafati maka
seseorang akan mampu mengikuti dan melaksanakan cara-cara berpikir yang bersifat
lanjutan dan memiliki kompleksitas lebih tinggi dari cara-cara berpikir yang bersifat
umum (Hanurawan, 2005).
Pendidikan
merupakan proses untuk mendewasakan peserta didik, baik di lingkungan keluarga,
sekolah, maupun masyarakat. Akhir-akhir ini muncul berbagai persoalan
pendidikan yang diakibatkan dari hasil pendidikan itu sendiri yang tidak sesuai
dengan harapan, sehingga mengakibatkan banyaknya penyimpangan yang ditimbulkan.
Misal dampak negatif dari perkembangan teknologi kadang memicu pornografi dan
pergaulan seks bebas pada remaja bahkan pada anak-anak.
Untuk
mengatasi hal tersebut salah satu lebih tinggi dari cara-cara berpikir yang bersifat
umum(Hanurawan, 2005). Pendidikan merupakan proses untuk mendewasakan peserta
didik, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Akhir-akhir ini
muncul berbagai persoalan pendidikan yang diakibatkan dari hasil pendidikan itu
sendiri yang tidak sesuai dengan harapan, sehingga mengakibatkan banyaknya
penyimpangan yang ditimbulkan. Misal dampak negatif dari perkembangan teknologi
kadang memicu pornografi dan pergaulan seks bebas pada remaja bahkan pada anak-anak.
Untuk
mengatasi hal tersebut salah satu Filsafat pendidikan memberikan jawaban
terhadap masalah yang menantang manusia, yaitu jawaban atas ketidaktahuan tentang
sesuatu. Bentuk dan wujud reaksi, kreasi, pemahaman, gagasan-gagasan mengenai
prinsip, dan cita-cita pendidikan tersimpul dalam pokok ajaran aliran filsafat pendidikan.
Untuk menjawab permasalahan di dunia pendidikan sekarang ini diperlukan suatu
progres atau kemajuan dengan menfungsikan jiwa sehingga menghasilkan dinamika
yang lain dalam hidup, jadi tidak hanya sebatas ide. Aliran filsafat yang sesuai
untuk menjawab hal di atas adalah progresivisme.
Sejarah
progresivisme dalam pendidikan dapat dilihat dari sisi praktisi yaitu sekolah
yang progresiv atau sisi teoritis berupa ide-ide. Contoh di Jerman pendidikan
konvensional dengan Reformpädagogik dimulai pada 1890 dan berakhir pada
tahun 1933. Di Inggris Raya sekolah yang progresiv tahun 1960 dan 1970 (Darling,
2002: 298). Aliran progresivisme berkembang pesat pada permulaan abad ke XX dan
sangat berpengaruh dalam pembaruan pendidikan. Perkembangan tersebut didorong
oleh aliran naturalisme dan eksperimentalisme, instrumentalisme,
environmentalisme, dan pragmatisme sehingga progresivisme sering disebut
sebagai salah satu dari aliran tadi. Progresivisme disebut sebagai naturalisme,
mempunyai pandangan bahwa kenyataan yang sebenarnya adalah alam semesta ini (bukan
kenyataan spiritual dan supranatural). Progresivisme identik dengan eksperimentalisme,
aliran ini menyadari dan mempraktikkan eksperimen adalah alat utama untuk
menguji kebenaran suatu teori dan ilmu pengetahuan. Disebut instrumentalisme,
karena aliran ini menganggap bahwa potensi intelegensi manusia (merupakan alat,
instrumen) sebagai kekuatan utama untuk menghadapi dan memecahkan problem
kehidupan manusia. Environmentalisme, aliran ini menganggap lingkungan hidup
sebagai medan juang menghadapi tantangan dalam hidup, baik fisik maupun sosial.
Sedangkan pragmatisme, karena aliran ini dianggap sebagai petunjuk pelaksanaan
pendidikan agar lebih maju dari sebelumnya (Anwar, 2015:155).
Progresivisme
sebagai suatu teori pendidikan muncul sebagai bentuk reaksi terbatas terhadap
pendidikan tradisional yang menekankan metode-metode formal pengajaran, belajar
mental, dan susatra klasik peradaban Barat. Pengaruh intelektual utama yang melandasi
pendidikan progresif adalah John Dewey, Sigmund Freud, dan Jean Jeacques
Rousseau. Pertama, Dewey berangkat dari aliran pragmatis yang menuliskan banyak
hal tentang landasan filosofis pendidikan dan berupaya mengujinya dalam
laboratorium di sekolahnya. Kedua, Freud, mencuatkan kebebasan ekspresi diri
pada anak-anak dan lingkungan pembelajaran yang lebih terbuka dimana anak bisa
lebih terbuka melepaskan dorongan-dorangan instingtif mereka dalam cara yang
kreatif. Ketiga, Rousseau, menentang campur tangan orang dewasa dalam
menetapkan tujuan-tujuan pembelajaran atau kurikulum subjek didik. Pendekatan
child centered sesuai dengan pemikiran Rousseau dan Freud (Samino, 2015:106).
Selain ketiga tokoh diatas Darling (2002: 298) menambahkan tokoh progresivisme
yaitu: Comenius, Pestalozzi, dan Froebel.
Progresivisme
menekankan pada progres yaitu perubahan dan perkembangan alamiah demi suatu
kemajuan. Di dalam kemajuan itu anak memperoleh sesuatu yang baru, sebagaimana
dikatakan Brubacher (Hanurawan, dkk, 2006:121) progress is naturalistic; it
implies change. Change implies novelty, and
novelty lays claim to being genuine rather than the revelation of an
antecedently complete reality. Kemajuan adalah suatu nilai. Kemajuan
dikatakan bernilai manakala membawa kebaikan, bermanfaat dan dapat digunakan
dalam kehidupan konkrit sehari-hari.
George
Herbert Mead teman Dewey merupakan filsuf progresif yang paling orisinil karena
menurutnya ide dan aksi harus digabung dan mengarah pada reformasi sosial. Mead
mengembangkan teori bermain pada anak-anak, menurutnya didalam bermain anak
melakukan aktivitas tertentu menghasilkan suatu karya. Lingkungan menyediakan
kesempatan bagi anak untuk berkembang secara alamiah dan wajar. Guru dapat
menstimulasi minat dan aktivitas anak agar tertarik pada pelajaran melalui
bermain. Dalam perkembangan progresiv tetap menekankan pembaharuan pendidikan
pada minat dan bakat anak, bukan pada tahap formal untuk menghafal saja
(Hanurawan, dkk, 2006:121).
Pendidikan
Progressivisme bertujuan untuk menjadikan manusia itu menjadi orang-orang yang
dapat membuka rahasia dari alam semesta. Inilah yang menjadi tujuan pendidikan
aliran ini. Alam semesta memiliki problem-problem. Dan itu sangat mempengaruhi
keberadaan manusia. Maka, dengan sendirinya manusia itu sendirilah yang harus
mencari pemecahan masalahnya sendiri. Dan murid diberi keleluasaan untuk membangun
kreatifitasnya dalam hal menjawab problem yang terjadi, namun sesuai dengan
minatnya sendiri.
Sekolah
yang baik adalah sekolah yang dapat memberi jaminan kepada para siswanya selama
ia belajar. Maksudnya adalah bahwa sekolah harus mampu untuk membantu dan
menolong siswanya untuk bertumbuh dan berkembang serta memberi keleluasaan
tempat untuk para murid untuk mengembangkan minat dan bakatnya melalui
bimbingan para guru. Hal ini adalah benar. Akan tetapi, untuk mengarahkan apa
yang menjadi maksud dan tujuan penyelenggaraan pendidikan itu dituangkan
melalui kurikulum yang jelas dan tepat. Namun, yang terjadi adalah bahwa bagi
aliran ini memandang bahwa segala sesuatu adalah berasaskan fleksibilitas,
dinamis dan didalamnya termasuk kurikulum.