Oleh: Tabrani ZA
Dalam realitas
kehidupan terdapat relasi yang kuat antar manusia, namun dalam praktek keilmuan
yang dikembangkannya tidak selalu berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dari
adanya pengelompokan-pengelompokan dalam bidang keilmuan sehingga tampak benar
tidak saling menyapa. Apalagi ketika pengelompokan itu tampak sebagai sebuah
upaya pemisahan.
Pemisahan yang dimaksud
di atas seperti halnya pemisahan yang bertolak dari paradigma ilmu yang
dikembangkan di Barat, yaitu knowledge for power, sementara pada sisi lain agamawan berparadigma knowledge for living. Dua
paradigma itu kemudian melahirkan dua wajah peradaban yang berbeda. Paradigma
pertama telah menjadikan ilmu sebagai ‘tandingan Tuhan’ atau ‘Tuhan Baru” yang
memperlakukan obyeknya dengan semena-mena, sementara paradigma kedua lebih
menekankan ilmu sebagai media untuk hidup lebih baik secara berdampingan.
Pemisahan seperti itu pada akhirnya menghasilkan tragedi dan krisis kemanusiaan
dan lingkungan hidup. Ilmu yang semula diciptakan manusia untuk kemaslahatan
dan memudahkan hidupnya berubah menjadi faktor yang menentukan arah hidup
manusia. Maka pada titik inilah dirasakan bahwa ilmu tidak menjadi solusi, tapi
menjadi bagian dari problem. Karena nampaknya ini juga sering ‘menggangu’
hubungan antara sains dan agama.
Pendidikan merupakan proses sosialisasi melalui interaksi
insani menuju manusia yang berbudaya. Dalam konteks ini anak didik dihadapkan
dengan budaya manusia, dibina dan dikembangkan sesuai dengan nilai budayanya,
serta dipupuk kemampuan dirinya menjadi manusia. Realitas sosial-budaya dan
agama dalam kehidupan masyarakat merupakan bahan dasar dalam kajian penyusunan,
perkembangan kurikulum.
Nilai sosial-budaya masyarakat bersumber pada hasil karya
akal budi manusia, sehingga dalam menerima, menyebarluaskan, melestarikan dan
melepaskannya, manusia menggunakan akalnya. Sedangkan nilai agama bersumber
dari kitab suci yang telah diwahyukan oleh Tuhan melalui Rasul-Nya.
Lalu bagaimana bentuk hubungan antara Keilmuan Islam dan
keilmuan umum selanjutnya. Apakah keduanya akan saling mengalahkan? hal ini
bisa dijelaskan bahwa dalam memahami proses dialog antara Studi Islam dan
keilmuan umum dapat dilihat dengan tiga corak pendekatan. Pertama corak
paralel, di mana masing-masing corak epistemologi Studi Islam dan keilmuan umum
akan berjalan sendiri-sendiri tanpa ada hubungan/persentuhan antara yang satu
dengan yang lain. Corak kedua adalah bersifat linear, di mana salah satu
dari keduanya akan menjadi primadona, sehingga kemungkinan akan berat sebelah.
Dalam hal ini kemungkinan terjadinya dialog yang intensif antara kedua keilmuan
menjadi sulit terjadi. Ketiga adalah corak sirkular, di mana
masing-masing corak epistemologi keilmuan dapat memahami keterbatasan,
kekurangan dan kelemahan yang melekat pada diri masing-masing dan sekaligus
bersedia mengambil manfaat dari temuan-temuan yang ditawarkan oleh tradisi
keilmuan yang lain serta memiliki kemampuan untuk memperbaiki kekurangan yang
melekat pada dirinya sendiri. Dan seharusnya permasalahan yang kompleks hari
dipecahkan dengan pendekatan yang kompleks juga.
Islam yang ingin kita kembangkan adalah Islam yang
kompatibel dengan modernitas. Karena, kalau kita berbicara masalah modernitas,
maka syaratnya adalah memiliki rasionalitas, demokratis dan toleran terhadap
perbedaan, berorientasi ke depan (future oriented) dan tidak backward
looking (melihat ke belakang). Inilah yang menjadi ciri modernitas. Jadi
model keislaman seperti inilah yang seharusnya kita kembangkan melalui
lembaga-lembaga pendidikan Islam. Pendidikan Islam pada akhirnya juga melakukan
proses adaptasi dengan mengembangkan sistem penjenjangan, kurikulum yang lebih
permanen dan sistem klasikal.
Memahami proses dialog antara Studi Islam dan keilmuan
umum dapat dilihat dengan tiga corak pendekatan: (1) corak paralel, di mana
masing-masing corak epistemologi Studi Islam dan keilmuan umum akan berjalan
sendiri-sendiri tanpa ada persentuhan antara yang satu dengan yang lain. (2)
bersifat linear, di mana salah satu dari keduanya akan menjadi primadona,
sehingga kemungkinan akan berat sebelah. Dalam hal ini kemungkinan terjadinya
dialog yang intensif antara kedua keilmuan menjadi sulit terjadi. (3) corak
sirkular, di mana masing-masing corak epistemologi keilmuan dapat memahami
keterbatasan, kekurangan dan kelemahan yang melekat pada diri masing-masing dan
sekaligus bersedia mengambil manfaat dari temuan-temuan yang ditawarkan oleh
tradisi keilmuan yang lain serta memiliki kemampuan untuk memperbaiki
kekurangan yang melekat pada dirinya sendiri.
Kebijakan-kebijakan dalam pengembangan Pendidikan Tinggi
Islam perlu mengakomodasi tiga kepentingan: (1) kebijakan itu harus memberi
ruang tumbuh bagi aspirasi umat Islam, (2) kebijakan yang ditempuh harus lebih
memperjelas dan memperkukuh keberadaan Lembaga Pendidikan Islam sebagai ajang
pembinaan masyarakat sehingga mampu melahirkan generasi yang cerdas,
berpengetahuan, berkepribadian serta produktif. (3) kebijakan yang dijalankan
hendaknya harus bisa dan mampu merespons tuntutan-tuntutan masa depan.
Masyarakat masa depan yang penuh risiko, berorientasi kepada masa depan,
sebagai masa depan yang telah diperhitungkan hal-hal yang mungkin terjadi (calculate
risk). Lembaga Pendidikan Islam seyogianya diarahkan untuk melahirkan
sumber daya manusia memiliki kesiapan memasuki era globalisasi, era
industrialisasi dan era informasi.
Lulusan Perguruan Tinggi
Islam diharapkan mampu hadir secara fungsional menjawab dan memecahkan
problem-problem keummatan, bukan menjadi trouble maker-nya. Problem
ke-ummatan begitu banyak, sangat kompleks, saking kompleksnya dalam menjawab
tantangan dan problem tidak cukup dengan satu dimensi keilmuan saja, oleh
karena itu sarjana Perguruan Tinggi Islam diharapkan mampu berpikir bijak
dengan mengambil dari berbagai sudut keilmuan, sehingga dapat mengambil
tindakan secara bijaksana.
Referensi
Abdullah, A., & Tabrani ZA. (2018).
Orientation of Education in Shaping the Intellectual Intelligence of Children. Advanced
Science Letters, 24(11), 8200–8204.
https://doi.org/10.1166/asl.2018.12523
AR, M., Usman, N., Tabrani ZA, &
Syahril. (2018). Inclusive Education Management in State Primary Schools in
Banda Aceh. Advanced Science Letters, 24(11), 8313–8317.
https://doi.org/10.1166/asl.2018.12549
Budiman, M. N., Idris, S.,
Masbur. (2018). Between Religion and Education in Freud Perspective. Advanced
Science Letters, 24(10), 7090-7094.
https://doi.org/10.1166/asl.2018.12415
Idris, S. (2013). Kurikulum Dan Perubahan
Sosial: Analisis-Sintesis Konseptual Atas Pemikiran Ibnu Khaldun dan John
Dewey. Banda Aceh: Ar-Raniry Press
Idris, S. (2014). Demokrasi dan
Filsafat Pendidikan (Akar Filosofis dan Implikasinya dalam Pengembangan
Filsafat Pendidikan). Banda Aceh: Ar-Raniry Press
Idris, S. (2015). Proposing
“Learning by Conscience” As a New Method of Internalization in Learning: An
Application of John Dewey’s Thinking Paradigm. The
3rd International Conference on Educational Research and Practice 2015. pp. 84-87.
Idris, S. (2015). The
Internalization of Democratic Values into Education and Their Relevance to
Islamic Education Development (Synthetic, Analytic, and Eclectic Implementation
of John Dewey’s Thoughts). Advanced
Science Letters, 21 (7), 2301- 2304. https://doi.org/10.1166/asl.2015.6257
Idris, S. (2017). Internalisasi
Nilai dalam Pendidikan (Konsep dan Kerangka Pembelajaran dalam Pendidikan
Islam). Yogyakarta: Darussalam Publishing
Idris, S. (2017). Learning by Conscience as a
New Paradigm in Education. Advanced Science Letters, 23(2), 853-856. https://doi.org/10.1166/asl.2017.7447
Idris, S., & Ramly, F. (2016).
Dimensi Filsafat Ilmu dalam Diskursus Integrasi Ilmu. Yogyakarta:
Darussalam Publishing
Idris, S., & Tabrani ZA. (2017).
Realitas Konsep Pendidikan Humanisme dalam Konteks Pendidikan Islam. Jurnal
Edukasi: Jurnal Bimbingan Konseling, 3(1), 96–113.
https://doi.org/10.22373/je.v3i1.1420
Idris, S., Tabrani ZA, & Sulaiman, F.
(2018). Critical Education Paradigm in the Perspective of Islamic Education. Advanced
Science Letters, 24(11), 8226–8230.
https://doi.org/10.1166/asl.2018.12529
Ikhwan, A. (2016).
Perguruan Tinggi Islam dan Integrasi Keilmuan Islam: Sebuah Realitas Menghadapi
Tantangan Masa Depan, Jurnal Ilmu Tarbiyah "AtTajdid", Vol. 5
No. 2 Juli 2016, hlm. 159-188
Nufiar, N., & Idris, S.
(2016). Teacher Competence Test of Islamic Primary Teachers Education in State
Islamic Primary Schools (MIN) of Pidie Regency. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 4 (3), 309-320.
Patimah, S., & Tabrani ZA. (2018).
Counting Methodology on Educational Return Investment. Advanced Science
Letters, 24(10), 7087–7089. https://doi.org/10.1166/asl.2018.12414
Ramly, F., Walidin, W., Idris,
S., (2018). A Contemporary Discourse on Integrated Islamic Education. Advanced
Science Letters, 24(10), 7124-7127. https://doi.org/10.1166/asl.2018.12423
Susanto, S., & Idris, S. (2017).
Religion: Sigmund Freud's Infantile Illusions and Collective Neurosis
Perspective. Ar Raniry: International Journal of Islamic Studies, 4(1),
55-70.
Tabrani ZA. (2009). Ilmu Pendidikan
Islam (antara Tradisional dan Modern). Kuala Lumpur: Al-Jenderami Press.
Tabrani ZA. (2011). Dynamics of Political
System of Education Indonesia. International Journal of Democracy, 17(2),
99–113.
Tabrani ZA. (2012). Future Life of Islamic
Education in Indonesia. International Journal of Democracy, 18(2),
271–284.
Tabrani ZA. (2013a). Modernisasi
Pengembangan Pendidikan Islam (Suatu Telaah Epistemologi Pendidikan). Serambi
Tarbawi, 1(1), 65-84.
Tabrani ZA. (2013b). Pengantar
Metodologi Studi Islam. Banda Aceh: SCAD Independent.
Tabrani ZA. (2013c). Urgensi Pendidikan
Islam dalam Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal Sintesa, 13(1), 91–106.
Tabrani ZA. (2013d). Kebijakan Pemerintah
dalam Pengelolaan Satuan Pendidikan Keagamaan Islam (Tantangan Terhadap
Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah). Serambi Tarbawi, 1(2), 65–84.
Tabrani ZA. (2014a). Islamic Studies dalam
Pendekatan Multidisipliner (Suatu Kajian Gradual Menuju Paradigma Global). Jurnal
Ilmiah Peuradeun, 2(2), 211–234.
Tabrani ZA. (2014b). Isu-Isu Kritis dalam
Pendidikan Islam Perspektif Pedagogik Kritis. Jurnal Ilmiah Islam Futura,
13(2), 250–270. https://doi.org/10.22373/jiif.v13i2.75
Tabrani ZA. (2014e). Menelusuri Metode
Pendidikan dalam Al-Qur`an dengan Pendekatan Tafsir Maudhu`i. Serambi
Tarbawi, 2(1), 19–34.
Tabrani ZA. (2015a). Arah Baru
Metodologi Studi Islam. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Tabrani ZA. (2015b). Persuit
Epistemology of Islamic Studies (Buku 2 Arah Baru Metodologi Studi Islam).
Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Tabrani ZA. (2016). Perubahan Ideologi
Keislaman Turki (Analisis Geo-Kultur Islam dan Politik Pada Kerajaan Turki
Usmani). JURNAL EDUKASI: Jurnal Bimbingan Konseling, 2(2),
130–146. https://doi.org/10.22373/je.v2i2.812
Tabrani ZA. (2017a). Menggugat Logika
Nalar Rasionalisme Aristoteles. Yogyakarta: Mizan.
Tabrani ZA. (2017b). Restrukturrisasi
untuk Pendidikan Bermutu. Research in Education, 12(1), 131–136.
Usman, N., AR, M., Murziqin, R., &
Tabrani ZA. (2018). The Principal’s Managerial Competence in Improving School
Performance in Pidie Jaya Regency. Advanced Science Letters, 24(11),
8297–8300. https://doi.org/10.1166/asl.2018.12545
Walidin, W., & Saifullah. (2003). Dinamika
Pemikiran Pendidikan. Banda Aceh: Taufiqiyah Saa'adah.
Walidin, W., Idris, S., & Tabrani ZA.
(2015). Metodologi Penelitian Kualitatif & Grounded Theory. Banda
Aceh: FTK Ar-Raniry Press.
Warisno, A., & Tabrani ZA. (2018). The
Local Wisdom and Purpose of Tahlilan Tradition. Advanced Science Letters,
24(10), 7082–7086. https://doi.org/10.1166/asl.2018.12413