By: Tabrani. ZA
Islam telah dibakukan secara
sempurna, sehingga autensitasnya terus terjamin ditengah progresivitas ruang
dan waktu. Pembakuan ini meliputi; 1). mendokumentasikan secara autentik sumber
norma tertinggi, al-Qur’an; 2). memberikan penjelasan operasionalnya dalam
kehidupan, 3). memberikan cara untuk mengembangkan norma Islam secara terpadu
dalam kehidupan sepanjang sejarah manusia melalui proses ijtihad. Dengan
langkah inilah Islam akan tetap otentik, plus dinamis dalam mengarungi sejarah
kehidupan. Kedua langkah pertama diperlukan untuk menjaga autensitas Islam,
sementara alangkah ketiga diperlukan agar Islam terus berjalan, tumbuh dan
berkembang dinamis searah perkembangan kemanusiaan (Muhaimin, 2012:77-78).
Keberagamaan Islam mengandung
aspek normativitas wahyu dan historisitas manusia. Namun kajian Islam ortodoks
baik fiqih, teologi, tafsir, dan tasawuh hanya menggunakan pendekatan
normativitas dan tanpa melibatkan pendekatan dan wawasan historisitas yang
melihat gejala keagamaan karena dikhawatirkan menggeser dimensi normativitas
yang sering dipegang oleh pemegang ajaran ortodoks sebagai mainstream pemikiran
keagamaan. Kekhawatirannya terletak pada Islam akan ternoda dan terdesakralisasi
oleh perilaku historis manusia sehingga dapat mengurangi keterikatan manusia
dengan Islam. Namun kekhawatiran ini justru membuktikan overlapping,
tumpang tindih, dan jumbuhnya antara normativitas dan historisitas, padahal
walaupun keduanya tidak berbeda tetapi sangat mampu untuk dibedakan. Karena itu
kajian Islam cenderung menjauhkan diri dari sikap ilmiah yang intelek, kritis
dan obyektif, namun justru lekat dengan apologi yang subyektif berdasarkan
pendekatan skripturalis/tekstual (Abdullah, 2003:23-24). Supaya Islam tetap
pada asasnya yang autentik dan konsisten, maka al-Qur’an dan sunnah dijabarkan
ke dalam ilmu-ilmu agama seperti tafsir, fiqih dan lainnya.
BACA SELENGKAPNYA DI SINI